Skip to main content

Biografi: Dalang Asep Sunandar Sunarya

Asep Sunandar Sunarya adalah seorang maestro wayang golek di Indonesia. Selaku dalang wayang golek Asep Sunandar Sunarya (di rumahnya biasa dipanggil Abah, di udara sebagai breaker menggunakan nama Eyang Abiyasa) konsisten pada bidang garapannya, teu incah balilahan.

Beliau ditakdirkan untuk menjadi dalang oleh dalang yang sesungguhnya, yakni Tuhan. Ia begitu menyatu dengan dunia wayang golek yang Ia gelutinya sehingga penghargaan demi penghargaan, baik dari tingkat lokal, provinsi, nasional, bahkan manca negara Ia dapatkan.

Tanpa adanya seorang Asep Sunandar Sunarya mungkin Cepot tidak akan sepopuler sekarang ini, dengan kreativitas dan inovasinya Ia berhasil meningkatkan lagi derajat wayang golek yang dianggap seni kampungan oleh segelintir orang. Dimana ia menciptakan wayang Cepot bisa mangguk-mangguk, Buta muntah mie, Arjuna dengan alat panahnya, Bima dengan gadanya begitu pula dengan pakaian wayangnya yang terkesan mewah.

Materi dan ketenaran ia dapatkan hasil berjuang tanpa henti dengan menghadapi berbagai aneka dinamika kehidupan yang sering kali tidak atau kurang menyenangkan. Sebelum suka datang, tentu duka menghampiri, bahkan seringkali suka dan duka menyatu dalam rentang panjang perjalanan seorang Asep.

Sejarah nama Asep Sukana Menjadi Asep Sunandar Sunarya

Asep Sunandar Sunarya  lahir di Bandung, Jawa Barat, pada 3 September 1955 dari seorang ibu yang bernama Tjutjun Jubaedah (biasa dipanggil Abu Tjutjun), isteri seorang dalang terkenal pada masanya yakni Abeng Sunarya (biasa dipanggil Abah Sunarya). Asep adalah putra ke tujuh dari 13 bersaudara yakni: 1. Suherman Sunarya, 2. Ade Kosasih Sunarya, 3.Miktarsih Sunarya, 4. Otah Saodah Sunarya, 5. Ilis Sunarya, 6. Nanih Sunarya, 7. Asep Sunandar Sunarya (Sukana), 8.Imas Sunarya, 9. Iden Subrasana Sunarya, 10. Nunuk Sunarya, 11. Permanik Sunarya, 12. Ugan Sunagar Sunarya, 13. Agus Sunarya.

Ketika usia kandungan Abu Tjutjun menginjak bulan ketujuh ibunda Asep bermimpi bahwa kalau anak yang ke-7 dalam kandungannya lahir maka tidak boleh diberi nama. 3 September 1955 Abu Tjutjun melahirkan putra ke-7 seorang anak laki-laki. teringat akan mimpinya maka jabang bayi tersebut tidak diberi nama.

Saat Asep menginjak usia 15 bulan setelah lahir, sang jabang bayi "diserahkan" kepada adiknya Abah yang bernama Ibu Eja (akrab dipanggil Ma Jaja) yang kebetulan belum dikaruniai anak. Sejak saat itu hak asuh sang bayi menjadi tanggung jawab Ma Jaja (alias sang Bibi bagi si Bayi).

Karena sang Bayi tidak bernama tentu ada kekhawatiran pada diri Ma Jaja jika tetangganya menanyakan perihal nama Bayi tersebut. Untuk menyiasatinya maka Ma Jaja berfikir keras hingga muncul ide Sukana yakni semacam akronim dari Bahasa Sunda yang berarti sa suka na (sesukanya). kemudian Sukana menjadi semacam "nama" bagi Bayi tersebut. Ide ini datang sebagai "jalan tengah" atau solusi jitu sebab dengan cara seperti itu Ma Jaja tidak melanggar apa yang diamanatkan oleh sang Kaka.

Salah satu sebutan untuk laki-laki dikalangan masyarakat Sunda adalah Asep (disamping Encep atau Ujang). Jadilah kemudian sang bayi terbiasa disebut Asep Sukana. Hampir seperti kebanyakan anak-anak lainnya pada jaman itu, Asep kecil senang sekali dengan dongeng atau kawih yang menyertainya menjelang tidur. Selain itu, Asep kecil sudah memperlihatkan kesukaannya terhadap aneka binatang peliharaan, seperti kucing, anjing, burung dan ayam. saking sayang nya pada binatang Asep kecil menamai binatang-binatang itu salah satunya anjingnya yang hitam polos diberinama Lutung.

Wayang Golek Asep Sunandar SunaryaSejak usia 7 tahun ( kelas 1 SD) minat Asep terhadap wayang golek sudah mulai tumbuh. Selain karna faktor turunan juga memang pada zaman itu pagelaran seni Wayang Golek masih digandrungi oleh masyarakat. Juga, pada saat itu belum ada "saingan" dari jenis seni lainnya sebagaimana terjadi pada zaman sekarang. Bakat Sukana kecil ia perlihatkan dengan kegemarannya membuat wawayangan dari ranting-ranting pohon yang jatuh, tanah liat, dan daun singkong.

Asep Sukana yang hidup dibelaian Ma Jaja, tentu saja menganggap bahwa Ma Jaja adalah Ibu kandungannya sendiri. Paling kurang selama 16 tahun Asep Sukana tidak pernah tahu siapa sesungguhnya orangtua kandungnya. Namun berkat kebijakan dari Ma Jaja maka akhirnya Asep mengetahui siapa ayah dan ibu kandungnya. Maka pada suatu kesempatan, Ma Jaja, Abeng Sunarya, dan Tjutjun Jubaedah bertemu, tersibaklah kemudian asal-usul atau silsilah keluarga yang sebernarnya.


Suatu ketika saat Asep Sukana manggung di Luragung, ia mendalang siang hari (ngabeurangan) sedangkan pada malam harinya yang menjadi dalang adalah Abah Sunarya, maka saat itulah Abah Sunarya berujar:"Ngewa ngaran Sukana, ganti ku Sunandar!" Sejak saat itulah Asep Sukana berubah menjadi Asep Sunandar, sedangkan nama Sunarya merupakan nama Ayahnya yang kemudian digunakannya. Hal ini lazim terjadi di Masyarakat Sunda khususnya, dimana nama Ayah kerap digunakan dibelakang nama anaknya.

Comments

Popular posts from this blog

Biografi: Dalang Kasepuhan Dede Amung Sutarya

Foto : Alm. Dede Amung Sutarya Lamun urang teu nanaon, diditu ge moal dinanaon. Tapi lamun didieu urang naon-naon, diditu ge niscaya bakal dinanaon... Dede Amung Sutarya dilahirkan pada bulan Nopember 1950. Pendidikan yang ditempuh Dede Amung hanya sempat mencapai pendidikan Sekolah Teknik (ST) setingkat dengan Sekolah Menengah Pertama (SMP), khusus dalam bidang keterampilan teknik mesin. Kemandegan dalam menempuh pendidikannya dikarenakan oleh keinginannya untuk menjadi dalang. Oleh sebab itu ia kemudian berguru kepada Dalang kasepuhan Amung Sutarya, yang masih memiliki hubungan keluarga, yaitu sebagai kakak sepupunya atau anak Uwa, sehingga orang menyebutnya sebagai ‘Anak Amung’. Dari gurunya ini Dede Amung mendapatkan berbagai pengetahuan tentang pedalangan seperti amardawa lagu, amardibasa dan antawacana. Ketika menginjak usia remaja, ia menikah dengan seorang gadis bernama Yati yang sering dipanggil Dedeh. Dari perkawinanya dikaruniai tiga orang anak bernam...

Download Koleksi Wayang Golek R.H. Tjetjep Supriadi

R.H. Tjetjep Supriadi adalah salahsatu dalang kasepuhan wayang golek gagrak purwa Sunda yang berasal dari Kab. Karawang. Beliau adalah sang maestro yang terkenel di dekade 60-an hingga 70-an.  Beda dengan persebaran media pada zaman sekarang yang serba mudah. Saat itu, penyebaran media sangatlah terbatas. Namun, pada masanya beliau dikenal dan digemari oleh kalangan penggemar wayang golek dari berbagai wilayah selain dari Karawang, bahkan dari Subang, Bandung, Sumedang, Bogor, dll.      Yang paling khas dari beliau adalah penjiwaan lakon, dramatisasi adegan, serta yang paling fenomenal adalah haleuang wayang beureuman atau Rahwana. Berikut adalah sebagian lakon yang admin dapatkan dari berbagai sumber dan bisa didownload : 1. BABAD BANTEN (Google Drive) Babad Banten Part 1 Babad Banten Part 2 Babad Banten Part 3   Babad Banten Part 4 Babad Banten Part 5   Babad Banten Part 6   Babad Banten Part 7   ...

[MENGENANG] DALANG ADE KOSASIH SUNARYA - SANGHIANG PAKSI WULUNG - AUDIO ...